Sabtu, 25 Juli 2015

Siti Rahman Diannisa || Si Bungsu yang Membanggakan

21 Juni 1999,
Gadis berdarah Palembang-Sunda ini pun terlahir.
Tangisan kecil dari Si Bungsu pun membawa kebahagian bagi kami sekeluarga. Siti Rahman Diannisa, terucaplah sebaris nama dari bibir ayahku untuk putri kecilnya yang baru saja lahir kedunia ini.
Adek, begitulah panggilan sayang dariku untuk adik kecil yang jarak usianya 8 tahun dariku. Setengah percaya rasanya ketika menyadari aku telah mempunyai adik lagi. Selama ini kuhabiskan waktu untuk menemani adik lelakiku bermain dan berkelahi, akhirnya aku punya adik lagi. Ya, seorang adik perempuan.

Terlahir di tanah Jawa dan dibesarkan di Pulau Sumatera membuat wataknya sedikit keras kepala. Berada di lingkungan masyarakat yang berbahasa melayu juga membuatnya sedikit kesulitan untuk berbahasa Indonesia dengan baik. Meskipun begitu, ia sangat pandai beradaptasi. Memiliki banyak teman dan pandai menjaga hubungan dengan teman-teman adalah salah satu kemampuannya yang paling menonjol.

Manja dan sedikit pemalas mungkin seringkali menjadi ciri-ciri anak bungsu pada umumnya, demikian pula adik kecilku ini. Meskipun demikian celetukan-celetukan polosnya juga kepiawaiannya dalam berkata-kata sering kali membuat kami tertawa dan urung memarahi kenakalanya.Tak jarang kami pun membuatnya menangis dengan ledekan-ledekan sepele. Si Anak Bonus, begitulah kerap kali aku meledeknya karena dia terlahir diluar rencana.

Sedari kecil hobinya adalah bermain permainan anak laki-laki. Bermain layangan dibawah terik matahari,  berenang dikolam ikan yang berlumpur, bermain kelereng, bahkan berkelahi dengan anak laki-laki pun bukan hal yang mengherankan baginya. Alhasil hobinya ini membuat tubuhnya kuat mirip seperti anak lelaki. Oleh karena itu ia selalu bercita-cita menjadi seseorang yang bergerak dibidang militer, semacam polisi atau ABRI. Entahlah aku kurang paham.

15 tahun berlalu sejak kelahirannya. Adik kecilku ini telah tumbuh besar menjadi seorang remaja pada umumnya. Badannya yang tinggi semampai, sering kali membuat ia mendapat ledekan sebagai anak tertua. Maklum, aku terlihat sangat kecil kalau berada disampingnya.
Namun, siapa sangka dari postur tubuhnya yang sangat ideal itu, rejeki Allah datang menghampiri. Ia terpilih menjadi anggota paskibraka di tingkat nasional. Demikianlah cara Allah mengangkat derajat keluarga kecil kami yg sederhana.

Ayahku yang hanya seorang petani serta ibuku yang berprofesi sebagai guru tak pernah menyangka putri bungsunya ini bisa menjadi seseorang yang begitu membanggakan. Terasa sulit untuk dipercaya Si Kecil yang sering kali usil ini bisa mewakili Sumatera Selatan mengibarkan Sang Merah Putih di Istana Negara.

Bahagia, tentu saja.
Bangga, pastinya.

28 Juli 2015, ia pun akan memulai masa karantina sebagai anggota tim paskibraka yang terhormat..
Hanya doa yang bisa kami berikan untuk mengiringi perjuanganmu Dek.
Berjuang dan jadilah kebanggaan keluarga. Allah selalu bersamamu. We love you.